Batu giok Aceh kian menarik perhatian masyarakat. Batu mulia yang diambil dari alam Aceh ini disebut-sebut sebagai batu terindah di dunia. Batu yang menjadi incaran banyak warga adalah jenis batu giok Nephrite Jade dan batu lumut Indocrase.
“Ada dua pale banyak dicari, Indocrase sama Nephrite Jade. Keduanya ini batu asli asal Aceh yang sudah disertifikasi laboratorium di Jakarta,” ujar Gunawan, salah seorang kolektor batu akik di Lhokseumawe, Aceh, kepada VIVAnews, Kamis 16 Oktober 2014.
Menurut dia, batu lumut Indocrase, merupakan satu-satunya batu yang hanya terdapat di Aceh. Batu yang didapat dari Sungai Lumut, Aceh Tengah, dan Gayo Lues ini merupakan batu strange Aceh yang dijual dengan harga selangit.
Sementara itu, Nephrite Jade juga terdapat di Tiongkok, namun giok Aceh ini memiliki kualitas yang lebih baik dari giok Tiongkok. “Sekarang orang Tiongkok saja nyari giok Aceh,” kata Gunawan.
Dia menuturkan, giok Aceh ini banyak diperoleh di wilayah Nagan Raya, Aceh. Batu giok Nephrite Jade dan batu lumut Indocrase, dijual dengan harga Rp8 ribu per gramnya, atau sekitar Rp8 juta per satu kilogram. Meski harganya selangit, niat warga untuk mendapatkan batu alam ini sangat tinggi.
“Satu hari bisa 15 orang datang cari batu giok, ada yang datang nyuruh asah di sini, batunya bawa sendiri. Ada juga beli batu di sini dan diasah di sini, yang lain beli sudah jadi cincin. Biasanya selain cincin, ada juga yang minta dibuatkan liontin dan juga gelang,” katanya.
Selain giok Nephrite Jade dan Indocrase, salah satu batu akik asal Aceh lainnya adalah Black Onix. Batu ini per gramnya dijual dengan harga Rp27 ribu. Kabarnya, batu ini memiliki khasiat untuk melancarkan peredaran darah.
Gunawan, Indra, dan rekan-rekannya yang menjadi kolektor batu berharap, ada perhatian pemerintah daerah untuk melestarikan batu-batu asli asal Aceh dengan cara mensertifikasinya.
Harga sertifikasi di laboratorium Accurate Gemological Laboratory (AAC Gem Lab) di Jakarta mencapai Rp7 juta per batu.
“Saat ini, ada sekitar 126 batu cincin yang ditemukan di Aceh. Semoga ada perhatian pemerintah untuk mensertifikasinya. Selama ini, kami melakukannya secara pribadi, ada yang belum kami usulkan disertifikasi, karena tidak memiliki dana,” ungkap Gunawan
No comments:
Post a Comment